Total Pageviews

Tuesday, February 5, 2013

KORUPSI, SUDAHKAH KITA MENGHINDARINYA ?




KORUPSI,
SUDAHKAN KITA BERUSAHA 
MENGHINDARINYA ?




            Di Indonesia, budaya korupsi tampaknya sudah mendarah daging. Dari instansi pemerintah yang paling rendah sampai pemerintahan pusat, unsur korupsi selalu hadir dari berbagai wujud, berbagai bentuk, apapun namanya tapi tetap hakekatnya sama yaitu korupsi. Dari perusahaan swasta yang paling kecil sampai perusahaan raksasa, semua tak lepas dari adanya kasus korupsi di tubuhnya. Baik yang sengaja dilaksanakan maupun yang tidak sengaja dilakukan. Dari yang nilainya ribuan sampai yang milyaran rupiah. Yang dilakukan oleh pegawai rendahan sampai kepala bagian. Dari pesuruh kantor sampai direktur. Pegawai kantor ataupun petugas lapangan. Yang mengaku muslim dan yang bukan. Yang dilakukan sendiri-sendiri ataupun berjama’ah.


            Yang sangat memprihatinkan adalah banyak sekali diantara kita yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kalau yang kita laksanakan itu adalah termasuk perbuatan korupsi. Bagi petugas kantor, pernahkah kita memasukkan bon belanja kebutuhan pribadi kita, misalnya membelikan alat tulis untuk anak, ke dalam bon belanja alat tulis kebutuhan kantor perusahaan ? Masih ingatkah kita saat membawa pulang disket komputer kosong dari kantor untuk memenuhi permintaan anak ? atau membawa pulang inventaris kantor untuk kita pakai sendiri di rumah ? Pernahkan kita mengambil kaos promosi yang rencananya akan dikirim ke konsumen, untuk kita berikan kepada saudara  kita sendiri ? Pernahkan kita membawa pulang kendaraan kantor yang kebetulan bensinnya penuh untuk kita gunakan keperluan pribadi dan kita kembalikan besoknya dalam keadaan bensin mobil kosong ? Bagi petugas lapangan, lupakah kita saat karcis parkir yang kita lakukan di saat hari libur atau saat belanja kebutuhan pribadi, kita jadikan satu dengan perhitungan pengeluaran kantor dengan harapan agar diganti oleh kantor ? Ingatkah kita saat bonus penjualan yang seharusnya kita serahkan kepada konsumen, ternyata tidak kita serahkan dan kita gunakan sendiri di rumah ? Masih ingatkah kita saat menggelembungkan dana ( MARK UP   DANA ) ENTERTAINMENT yang kita lakukan UNTUK MENSERVIS relasi atau pengeluaran lainnya, agar bisa mendapatkan ganti yang lebih banyak dari kantor ? Pernahkan kita membeli alat-alat mobil bekas dan kemudian kita laporkan ke kantor sebagai alat-alat baru dengan tujuan untuk mendapatkan selisih harga yang bisa kita   korupsi ? Lupakah kita saat membeli alat mobil kantor yang harganya murah dan kita laporkan sebagai alat mobil yang berharga mahal ? Beberapa contoh di atas termasuk dalam lingkup kecil, jumlah yang tak seberapa dan dilakukan oleh pegawai kecil. Bayangkan sendiri apa yang bisa dilakukan oleh pejabat tinggi di instansi pemerintahan yang mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan dana atau direktur di sebuah perusahaan swasta besar yang mempunyai kewenangan dalam mengatur pengeluaran perusahaan. Berapa banyak kasus mark-up dana pembelian barang yang bernilai milyaran rupiah, berapa banyak kasus penyelewengan alokasi dana pembangunan, banyaknya kontrak pembangunan yang penuh rekayasa, pengucuran dana masyarakat yang tidak sesuai antara jumlah yang diturunkan dengan jumlah yang diterima. Dan masih banyak contoh lain yang tak mungkin dituliskan di sini. Yang lebih memilukan lagi adalah dana yang ditujukan untuk rakyat miskin, dana pengganti untuk korban bencana alam - yang nota bene-nya adalah sesama saudara kita sebangsa - tak luput juga dari penyunatan.  Beras yang ditujukan untuk rakyat miskin pun tidak   seluruhnya sampai ke tangan yang berhak. Masya Allah. Kemana nurani kita   saat melakukan hal tersebut ? sudah begitu parahkah  “ kehilangan rasa kemanusiaan” kita ?  Lebih jauh lagi sudah begitu burukkah akhlak anak bangsa ini  yang mayoritas muslim dan mengaku percaya kepada Allah SWT ?
           
Intinya, semua hasil korupsi itu tak ada barokahnya. Dari pengamatan penulis sendiri ataupun pengalaman beberapa teman penulis, setiap kali mendapatkan hasil korupsi, sekecil apapun, selalu terjadi musibah yang diikuti dengan pengeluaran uang yang nilainya selalu lebih besar dari hasil korupsinya. Musibahnya bisa berupa kehilangan uang, kerusakan barang yang dibeli dari hasil korupsi, kecelakaan lalu lintas, anak sakit dan harus masuk rumah sakit, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Jadi sudah berdosa karena korupsi, malah kehilangan lebih banyak lagi daripada yang dikorupsi. Lalu apa gunanya korupsi kalau hasilnya musibah seperti itu ? hanya kesialan dan kesia-siaan. Kalau ada yang selamat dan mampu membangun gudang uang yang tak terhitung jumlahnya, itupun akan kita tinggalkan di dunia dan akan menjadi bahan perebutan diantara ahli waris kita. Nah, kalau sekarang banyak sekali bencana yang menimpa negeri kita, kecelakaan pesawat terbang, tenggelamnya kapal feri, banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, angin puting beliung, kebakaran, penyakit demam berdarah, penyakit flu burung, chikungunya, dan masih banyak lagi, maka jangan salahkan siapa-siapa. Mari kita introspeksi diri kita masing-masing. Siapa tahu ada perbuatan kita yang melanggar aturan Allah SWT, jangan-jangan kita termasuk salah satu yang ikut melakukan korupsi, atau perbuatan tercela lainnya. Perlu diingat bahwa, balasan Allah SWT bisa terjadi segera tetapi bisa juga agak lama setelah korupsi itu kita lakukan. Kalaupun tidak terjadi apa-apa setelah kita melakukan korupsi, jangan senang dulu, bisa jadi kita masih diuji oleh Allah SWT, siapa tahu balasannya akan lebih mengerikan lagi. Segera bertobat sebelum terlambat adalah suatu keputusan yang cerdas. Jangan menjadi terlena ataupun takabur. Ingat siksa Allah SWT itu sangat pedih. Sebaliknya kalau kita termasuk yang “bersih” dari perbuatan buruk tersebut, tapi tetap ditimpa bencana, maka yakinlah bahwa bencana yang kita terima adalah sebagai ujian, dan kalau kita bersabar menerimanya maka balasannya adalah dihapuskannya dosa-dosa kita. Nah kita pilih yang mana ?
           
Semoga ULASAN INI bermanfaat SEBAGAI PERINGATAN bagi saya sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. 

       
Agus Prihandono
( KISAH HIKMAH NYATA )

No comments:

Post a Comment