Total Pageviews

Saturday, February 2, 2013

HAKEKAT DIRI



Sebuah puisi :



HAKEKAT DIRI



Coba pandangi diri
Telanjangi tubuh mencari hakekat
Bercermin bagai sang putri raja sedang berhias 
Jernih, titi teliti
Bak mencari kutu di sela-sela rambut


Coba pandangi diri
Cari kelemahan dan cacat tubuh yang tersembunyi
Pelan, polos apa adanya
Bak mencari jarum yang jatuh dalam tumpukan jerami

Coba pandangi diri
Duga apa unsur dan bahan tubuh
Tanpa rekayasa dan tipu daya
Tak kurang, tak lebih

Kita ini tak lebih dari kumpulan tulang
Dan daging yang direkat oleh otot dan sendi
Dialiri darah, udara, air dan kotoran

Kita ini tak lebih dari sekedar calon mayat
Yang bakalan busuk dan penuh belatung
Bahkan cacing yang masuk sela sela gigi
Dari rahang yang terlepas
dari tengkorak yang mengelupas

Kita ini hanya sebutir “manusia” di jagad raya
Diantara milyaran makhluk Tuhan yang pernah ada
Tak berarti apa apa bila tak bermanfaat bagi manusia lain
Tak berarti apa apa bila tak berguna bagi keluarga, agama dan negara
Tak punya kekuatan apa-apa tanpa kehadiran orang lain
Kita ini nothing. Bukan apa-apa bila sendiri

Lalu kenapa kita meski sombong dan menepuk dada
Seolah kita bakal hidup selamanya
Bukankah apa yang kita peroleh dengan susah payah,
Akan kita tinggalkan saat masuk liang kubur ?

Lalu kenapa kita harus memandang rendah orang lain
Seolah kitalah yang paling mulia diantara manusia
Bukankah kita terlahir sama-sama telanjang dan tak punya apa-apa ?

Lalu kenapa kita harus menyembunyikan borok kita
Karena takut ketahuan oleh manusia
Bukankah ada malaikat di pundak kita
Yang mencatat amal baik dan buruk kita ?

Lalu kenapa kita meremehkan pendapat orang lain
Seolah kita yang paling benar
Bukankah kita sama sama mempunyai satu lidah dan dua bibir ?

Lalu kenapa muka kita masam saat ada peminta-minta
Datang dan meminta sedekah kepada kita ?
Bukankah harta yang kita peroleh itu sekedar titipan
Dan bekal hidup di dunia fana yang hanya sebentar ini ?

Kenapa kita harus menimbun harta sebanyak-banyaknya
Kalau akhirnya harus kita tinggalkan menjadi rebutan anak cucu ?
Bukankah nasi tiga piring sehari sudah mengenyangkan perut ?
Bukankah sebuah rumah mungil sudah cukup sebagai tempat berteduh ?
Bukankah hanya butuh dua potong kain untuk menutup aurat ?

Bukankah kita bukan apa-apa, sekedar makhluk bernyawa
Yang hanya ada sebentar,
Setelah itu mati
Sebagaimana kita musnah karena asalnya kita dulu juga tiada  
Dari tiada kembali tiada

Hanya amal dan perbuatan kita yang akan menjadi bekal
Menghadapi timbangan di hadapan Allah


Akhir Maret 2008


 

No comments:

Post a Comment