Total Pageviews

Saturday, October 21, 2017

WASIAT NABI DAN RASUL MUHAMMAD SAW

Salah satu wasiat Nabi dan Rasul yang sangat penting bagi kita  adalah seperti yang tersebut dalam Hadits Nabi berikut ini.:

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. 
(HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi)



Kenapa mengingat kematian ini begitu penting ?
Lalu apa pengaruhnya terhadap kehidupan sehari hari ?
Lalu, ketika beban hidup sudah begitu menghimpit, bagaimana solusinya ?



Islam memerintahkan untuk memperbanyak mengingat mati tapi mengharamkan bunuh diri atau mengharapkan kematian.
Larangan Allah itu secara tegas disebutkan dalam Al Qur'an surat an-Nisa’ ayat 29 yang artinya, “Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” 
bunuh diri adalah dosa karena hanya Allah SWT-lah yang berhak mengambil kehidupan yang telah Dia berikan.  
Bagaimanapun beratnya kehidupan seorang muslim, haram baginya untuk melakukan bunuh diri.

Itulah sebabnya kenapa angka bunuh diri di negara negara yang mayoritas penduduknya muslim terbilang sangat sedikit. Bahkan masih lebih rendah daripada yang terjadi di kebanyakan negara berkembang non-Muslim.

Hal ini sesuai dengan sebuah studi statistik lintas bangsa yang dilakukan oleh * Miles E Simpson dan George H Conklin, * Socio-economic Development, Suicide and Religion: * A Tes of Durkheim’s Theory of Religion and Suciede ( lihat ulasan bapak fredi antono yang diunggah di facebook )
dimana dikatakan bahwa Persentase Muslim dalam penduduk suatu bangsa menunjukkan relasi negatif yang signifikan dengan tingkat bunuh diri bangsa tersebut. Sebuah hasil yang tetap bertahan, bahkan ketika menjadi pengendali untuk modernitas ekonomi, sosial, dan demografi.

Coba kita lihat angka bunuh diri di negara yang mayoritas penduduknya non muslim

Menurut berita yang dinyatakan oleh voa-islam.com - Kasus bunuh diri di kalangan usia paruh baya ( 35 - 64 ) di Amerika Serikat meningkat 28% dalam satu dekade terakhir, yang sebelumnya sebanyak 14 setiap 100.000  orang ( 1999 ) menjadi 18 setiap 100.000 orang ( 2010 ).
Jepang adalah salah satu negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Pada 2009, lebih dari 30.000 orang bunuh diri. 70% dari pelaku bunuh diri adalah pria. Sebuah situs Hotline bunuh diri di jepang bahkan menerima lebih dari 1.300 laporan bunuh diri per minggu.
Di Eropa meningkatnya jumlah bunuh diri disebabkan adanya kebijakan penghematan yang ketat di sejumlah negara Eropa.  ( Yunani dan Italia )  Berdasarkan laporan Euro News, tingkat bunuh diri pada tahun 2010 naik 18 persen di negara yunani dan angka itu di Athena bahkan mencapai 25 persen. 
Di Negara Korea pun sama, Jumlah perempuan yang mengakhiri hidupnya meningkat 2,8 kali dari 1.853 pada tahun 1996 menjadi 5.237 di tahun 2010. Jumlahnya 2,5 kali lebih banyak ketimbang pria. 

Di banyak negara lainnya seperti Hungaria, Lithuania, Slovenia, Kazakstan, dan Guyana tingkat bunuh diri juga cukup tinggi. Di era teknologi yang cepat ini banyak penelitian telah membuktikan bahwa alasan dan faktor seseorang melakukan bunuh diri adalah karena penyakit psikologis ( tekanan mental, kehilangan jati diri, depresi dan masalah keluarga  ), penyalahgunaan zat tertentu ( alkohol, tembakau, obat obatan ) dan kesulitan keuangan.( kemiskinan dan pengangguran ).

Bagaimana solusinya ?

Hidup adalah ujian. Ujian ini berlaku bagi semua manusia. Apapun dan di manapun. Dan berlaku bagi semua warna kulit. Tak ada perkecualian. Hidup di dunia ini adalah sekedar "mampir" untuk menuju hidup yang lain yang kekal yaitu Akherat. Jadi hidup bukan hanya di dunia saja.

Untuk menginspirasi, silahkan baca cerita perjalanan mencari kebenaran yang di posting oleh seorang alumni Teknik mesin ITB "Eka Pratama" dalam websitenya.: ( aku sudah ijin share kisah beliau. semoga tidak dimarahi )_


KETIKA HIDUP HANYA SEMATA MATA UNTUK DUNIA
Alhamdulillah… saya lahir sebagai seorang muslim. Orang tua dan keluarga saya juga muslim. Saya hanya mau menceritakan bahwa saya sangat menyesal karena sangat terlambat menyadari anugrah Allah yang telah menakdirkan saya terlahir di keluarga muslim.
Penyesalan yang baru terjadi beberapa tahun ke belakang, mungkin sekitar tahun 2014. Sebelum itu, interest saya terhadap ilmu agama sangat minim, sangat jarang ikut kajian, apalagi baca buku agama.
Ibadah pun pas-pasan, shalat subuh sering kesiangan, baca Qur’an jarang-jarang, zakat kadang-kadang, pas ada yang minta bantuan paling enggan, puasa bulan Ramadhan juga datar-datar aja dan lewat begitu aja tanpa ada perubahan.
Fokus saya saat itu adalah: uang, bayar utang, menafkahi istri dan anak, membangun rumah tangga, rumah, mobil, pendidikan anak dan sejenisnya.
Karena menurut saya pada saat itu, itulah yang bisa mendatangkan kebahagiaan dalam hidup. Hingga suatu saat ketika utang semakin sedikit, penghasilan makin naik, karir pekerjaan semakin baik (walaupun menuntut waktu lebih banyak dan tanggung jawabnya lebih besar), rumah sudah ada, mobil sudah ada, biaya kesehatan ditanggung, saya mulai suka bertanya sendiri:
What’s next? (Selanjutnya apa?).
OK, next-nya mungkin rumah yang lebih bagus, mobil yang lebih bagus, dan sejenisnya. Dan ketika semua itu tercapai, saya mulai ngerasa aneh. Kok kerasa hampa ya? Ngga sebahagia yang dibayangkan sebelumnya. Meanwhile, tanpa disadari tuntutan pekerjaan makin ganas, dan stress mulai melanda.
Instead of baca Qur’an, musik-film-game lah yang jadi andelan.  Stress memang hilang, tapi sesaat.
Besoknya balik ke kantor stress lagi. Sampai akhirnya semua itu mulai berpengaruh ke kesehatan. Mulai sering sakit, daya tahan tubuh drop, sering kena maag, asam lambung, dan lain-lain. Saya kadang menjadi sedikit delusional, sering membuat lagu sendiri, membuat puisi sendiri, kadang hanyut di alam khayalan dan angan-angan kosong.
Rindu akan kedamaian, yang abstrak, yang entah bagaimana mencapainya. 

Kisahnya aku potong sampai di sini, ya. Untungnya, setelah mendapat ujian sakit yang berat,  beliau segera diberi kesadaran untuk segera kembali ke tuntunan agama. Dan kisahnya  berakhir happy ending dengan semakin tingginya keimanan beliau. Hidup memang bukan hanya untuk "dunia" saja, tapi sebagai jembatan untuk mencapai kebahagiaan akherat. Sesuai dengan tujuan penciptaan manusia.

Intinya ketika hidup semata mata untuk dunia saja, makin akan sia sia saja. Tak akan ada habisnya. Sudah sifat manusia kalau tidak pernah puas. Dikasih satu minta dua, dikasih dua minta empat. Dikasih emas satu gunung minta emas dua gunung. Capek sekali kalau keinginan dunia ini dituruti terus. Nafsu duniawi manusia baru berakhir ketika malaikat izrail sang pencabut nyawa datang. Dan ketika keinginan nafsu duniawinya tak tercapai, maka orang orang yang tak percaya akan adanya penghakiman atau hidup sesudah mati di akherat, tentu saja dengan gampang saja akan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya begitru saja. Mereka berpikir, kesengsaraan akan berakhir ketika jasad sudah dimakan cacing tanah. Naudzubillahi min dzalik. 
Nah, sudah bisa dimengerti kan, kenapa banyak bunuh diri terjadi di negara yang mayoritas penduduknya non muslim atau negara yang tak mengakui adanya Tuhan.
Sedangkan umat muslim, karena percaya bahwa hidup ini hanya ujian, dan bahwa hidup ini hanya sebagai jembatan mencari kebahagian akherat, maka apapun kondisinya, hidup ini akan selalu terasa indah dan tidak "kemrungsung" atau "tamak" dalam mencari bekal hidup di dunia. Ketika diuiji dengan kesengsaraan tetap sabar. Ketika diberi kenikmatan yang banyak, selalu bersyukur dan tidak merasa keberatan berbagi dengan sesama yang membutuhkannya. Selalu tolong menolong dalam kebenaran dan tolong menolong dalam kesabaran Subhanallah. Indahnya kehidupan seorang muslim.. 
Semoga bisa menambah wawasan kita dan pada akhirnya akan meningkatkan keimanan kita sebagai umat muslim.

Ingat............... 
Orang yang cerdas adalah orang yang ingat mati. Orang yang ingat mati, pasti tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. 


Agus Prihandono

No comments:

Post a Comment