Total Pageviews

Saturday, July 2, 2016

YANG PENTING AKHIR HIDUP ADALAH KHUSNUL KHOTIMAH

Kisah ini mulai aku tulis di saat malam tgl 27 bulan ramadhan tahun 1437 H, tepatnya tanggal 1 Juli 2016 M.

Sebagai seorang manusia,biasa yang diciptakan Allah SWT semata-mata hanya untuk "beribadah" kepada-Nya, ternyata dalam pelaksanaannya, banyak sekali menemui kendala. Salah satunya adalah naik turunnya iman. Ada kalanya iman naik tinggi sekali. Shalat jamaah tepat waktu, shalatul lail terasa ringan,  sampai ada tangis yang menyertai disaat melaksanakannya. Allah terasa begitu dekat, Sorga firdaus yang berwarna kehijauan dengan mata air dan sungai sungai yang mengalir jernih di bawahnya, seolah tampak di pelupuk mata. Bidadari nan cantik jelita dan selalu perawan begitu mempesona begitu lekat di pandangan mata. Shalat jamaah subuh di masjid begitu bersemangat. Hati mengharap penuh keridhoan Allah SWT. Berangkat jamaah seperti akan berangkat perang, jihad fi sabilillah. Kalau pulang dengan selamat, pasti mendapat pahala yang besar dan kalaupun pulang dalam keadaan mati, maka akan mendapat predikat syahid. Insya  Allah.

Hasil gambar untuk MATI KHUSNUL KHOTIMAH

Namun sebaliknya, dikala iman menurun, Shalat wajib terasa berat untuk dilaksanakan, panggilan adzan terasa seperti pemaksaan. Jangankan shalat berjamaah di masjid, shalat di rumahpun terburu-buru. Cepat seperti kilat, tidak khusyu', seolah waktu terlalu berharga kalau hanya dipakai untuk shalat. Pekerjaan dan usaha duniawi lebih berharga di banding menghadap Allah yang menciptakan dan memiliki kita. . Naudzubillahi min dzalik. Bersedekah terasa berat, kikir untuk memberi bantuan kepada sesama kareja takut miskin, padahal segala yang kita miliki sebenarnya pemberian Allah, hanya titipan dari Allah azza wa jalla, yang sewaktu waktu diminta-Nya dan pasti  kita tinggalkan ketika ajal menjemput.  Tak ada lagi bidadari, tak ada lagi surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, lupa kalau dunia ini hanya sementara, lupa kalau hidup hanya ujian untuk kehidupan yang lebih kekal di alam akherat. Lupa kalau hidup di dunia ini hanya setetes air dibandingkan dengan kehidupan di akherat yang seluas lautan, bahkan lebih banyak lagi. Wallahu 'alam.

( Baca kisahku yang lain : "Hati-hati dengan makanan haram" )

Lalu bagaimana caranya agar kita selamat dalam pertarungan di dunia yang hanya sementara  ini ?
Dulu saya pernah berpikir bahwa kita di dunia ini harus bersenang senang, berbahagia dan menikmati
semua karunia yang telah diberikan Allah lewat kerja keras kita. Lihat kisah "kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk sorga"  Dan sambil menikmati kehidupan dunia yang indah ini, kita bisa beribadah secara total kepada Allah. Kita bisa bermanja manja saat kecil, bisa berfoya-foya saat muda, bergelimang kekayaan saat tua dan lalu saat ajal menjemput kita mendapat predikat husnul khotimah dan masuk sorga. Tetapi ternyata hidup yang terprogram seperti itu tak selalu bisa dilaksanakan. Kenapa ? Ya karena tak ada jaminan bahwa kita akan bisa menjalani seluruh fase kehidupan itu. Bisa jadi kita dipanggil menghadap ke hadirat-Nya di saat masih kecil, saat masih muda, atau diberi penangguhan sampai usia tua..

Mati itu suatu kepastian. Tapi tak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan di bumi mana dia akan mati. Lalu bagaimana cara cerdas menghadapi  kematian ? 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- tgl. 4 pebruari 2015
Tak ada yang pernah menginginkan mati. Kalau mungkin meminta, matinya nanti sajalah ketika semua nafsu duniawi telah terpenuhi. Begitulah keinginan manusia, namun dapat berbeda dengan ketetapan Sang Pencipta. Dalam Alquran surah Ali Imran ayat 145, Allah SWT  berfirman, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya.”
Dengan demikian, kehidupan dan kematian telah ditetapkan oleh-Nya.
Kekuatan imanlah yang menguatkan dan mengingatkan bahwa semua yang ada dalam kehidupan dunia ini hanyalah titipan. Amanah Tuhan, yang kapan saja bila Dia berkehendak, akan diambilnya.
Kita tak akan pernah bisa menghindari kematian. Saat kematian hanyalah masalah antrian saja. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS an-Nisa [4]:78).
Berserah diri kepada Allah dan jadilah manusia cerdas sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas ra, “Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang memperhatikan wajah manusia, didapati orang tersebut sedang bergelak tawa. Maka berkata Izrail, ‘Alangkah herannya aku melihat orang ini, padahal aku diutus oleh Allah SWT untuk mencabut nyawanya kapan saja, tetapi dia masih terlihat bodoh dan bergelak tawa.”
Seorang sahabat pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah lalu menjawab, “Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah orang yang paling cerdas (HR Ibnu Majah, Thabrani dan Al Haitsami). 
Wallahu’alam.

Jadi sekali lagi, Kesenangan dalam kerhidupan di dunia tidak bisa dicampur adukkan dengan ketekunan dalam beribadah kepada Allah SWT. Kesenangan dunia adalah jalan yang semu. Keberadaannya adalah fana. Sedangkan ketekunannya dalam beribadah kepada Allah SWT, adalah "jalan yang lurus". Jalan yang sesuai dengan "akal" dan "perasaan" manusia. Kebenarannya bisa dirasakan.

"Katakanlah (Muhammad), "Masing-masing (kita) menanti, maka nantikanlah olehmu ! Dan kelak kamu akan mengetahui, siapa yang menempuh jalan yang lurus, dan siapa yang telah mendapat petunjuk." (Al-Qur'an surat Taha (20) :  135 ) 


Semoga bermanfaat. Amiin ya robbal 'alamiin.
 .
Agus Prihandono                            

No comments:

Post a Comment