Total Pageviews

Wednesday, September 3, 2014

HATI-HATI BILA BERBICARA TENTANG ORANG LAIN

Salah bicara tentang orang lain hanya ada dua jurusan, kalau kebetulan benar tapi nggak ada orangnya, disebut  menggibah, kalau salah dan nggak ada orangnya ya pasti fitnah. Dan kedua-duanya dilarang dalam agama islam.

LARANGAN MENGGUNCING / MENGGIBAH

Terinspirasi oleh kisah florence sihombing yang terjadi di jogjakarta, dimana seorang mahasiswi S2 di salah satu perguruan tinggi di sana, merasa mengalami perlakuan yang tidak pas saat di pom bensin ketika mengantri BBM ( saat itu BBM sedang langka karena adanya pembatasan subsidi )  dan kemudian mengumbar emosinya melaui media sosial. Yang membuat rakyat jogjakarta marah adalah karena tulisannya akhirnya menjelek-jelekkan semua pihak yang  terkait dan yang tak terkait dengan kasusnya, termasuk sultan jogjakarta yang selalu ini dijunjung tinggi dan dihormati kedudukannya di Jogjakarta..Sudah sepantasnya ada hikmah yang bisa kita petik dari kisah di atas....



Jaman dahulu, mengguncing atau menggibah biasanya dilakukan oleh ibu-ibu saat santai di rumah. Itupun hanya dalam lingkup yang kecil saja, antar tetangga atau ibu-ibu peserta arisan. Atau bapak bapak saat ngobrol di warung kopi atau di pos ronda. Atau remaja di lingkungan sekolah atau area bermain. Dan masih banyak lagi kesempatan yang lainnya. Lalu bagaimana dengan mengguncing atau menggibah yang dilakukan via media sosial dan infotainment di televisi yang pemirsanya sangat banyak ? Dari banyak segmen masyarakat dan lingkup sosial ? Bagaimana pertanggung jawabannya kepada Tuhan atas besarnya dampak yang ditimbulkan ?

Bagi perorangan, membicarakan tentang orang lain  lewat media sosial seperti instagram, facebook, twiter, wa atau yang lainnya, tanggung jawab semata mata ditanggung oleh si penulisnya saja. Kalau di media umum seperti televisi atau surat kabar, dll, maka tanggung jawab ditanggung oleh seluruh pihak yang terlibat dalam penyiarannya. Bisa penulis / nara sumber, editor, kameramen, presenter, atau produser dan pemilik perusahaannya. Dan masih banyak lagi yang tak bisa disebutkan disini.
  
Silahkan dibayangkan sendiri, betapa beratnya tanggung jawab yang harus ditanggung bila pemberitaannya berdampak sangat jelek bagi korban ataupun keluarga korban. Permirsa biasanya mempunyai penafsiran sendiri sendiri terhadap apa yang didengar atau dilihatnya. Sebuah perkara yang baik saja kadang-kadang diasumsikan kurang baik oleh orang yang tidak mengerti permasalahannya. Akibatnya akan semakin berat bila  si korban lalu mendo'akan balasan bagi orang-orang yang mendzaliminya. Betapa dahsyat akibatnya. Bukankah do'a orang yang terdzalimi sangat mudah dikabulkan oleh Allah SWT ?

"Wahai orang-orang yang beriman ! jauhilah banyak dari prasangka,sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang mengguncing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah maha penerima tobat,  maha penyayang." ( QS. Al Hujurat : 12 )

Sudah selayaknya bila kita berpikir beribu-ribu kali sebelum berbicara tentang orang lain. Baik tentang perkara yang baik atau jelek.Dimanapun dan kapanpun.


Agus Prihandono

No comments:

Post a Comment