Ada sepenggal kisah , untuk direnungkan.
Manusia itu "raja ngeyel" ( SUKA MEMBANTAH )
Manusia itu punya sifat dasar "ngeyel" atau
suka membantah. Bagi yang "nrimo" atau "ikhlas menerima keadaan" sih, hal ini bukan masalah. Tapi bagi yang egonya tinggi, sifat ini bisa sangat menyusahkan atau menjengkelkan bagi orang yang melihatnya. Bagaimana tidak,
karena suka ngeyel, kalau diberitahu tentang sesuatu yang benar
namun tidak sesuai dengan pemikirannya, ujung-ujungnya ya dibantah. Tanpa mau dipikir lagi. Ego-nya yang dipakai dulu, kebenaran nomer dua.
Banyak manusia yang menyangka bahwa dunia merupakan tempat yang sangat berarti
dan sangat menentukan. Dunia adalah awal dan akhir dari kehidupan ini. Dunia berakhir dengan terkuburnya jasad yang telah mati dan menjadi tulang-belulang. Dunia berakhir dengan dibakarnya jasad di krematorium menjadi abu. Banyak
manusia yang mengira bahwa dunia sedemikian hakikinya sehingga mereka
rela melakukan dan mengorbankan apapun hanya untuk meraih kesenangan dunia. Menang di dunia dianggapnya sebagai suatu perkara yang harus didapatkan. Sebab jika tidak menang di dunia lalu mau menang di
mana lagi ? Demikian pula sebaliknya, kalah di dunia merupakan suatu
kehinaan yang harus dihindari. Sebab menurutnya
mana mungkin seseorang masih bisa mengangkat kepalanya bila ia harus
hidup di dunia dengan status sebagai pecundang. Mereka akan rela berbuat apa saja dan menyerahkan apapun
demi terbebaskan dari penderitaan dunia ini. Itulah anggapan yang
begitu melekat di dalam fikiran setiap orang yang menjadi hamba dunia. Bagi yang percaya bahwa, dunia ini adalah kehidupan sementara saja dan hanya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan kebaikan di kehidupan selanjutnya, maka mereka akan berpikir seribu kali lagi sebelum berbuat sesuatu Temasuk dalam berbicara, dalam berpikir atau dalam bertindak. Tak ada kesia-siaan, yang ada adalah "selalu berguna" bagi dirinya atau orang lain.
Pada saat dilahirkan, semua bayi manusia telanjang dan tak tahu apa-apa. Dan tak bisa apa-apa. Semua bersumber dari benih yang dipancarkan dari tulang sulbi sang ayah. Yang sangat diharapkan kehadirannya, tentu saja mendapatkan perlakuan yang istimewa. Yang tak diharapkan, bisa jadi berujung di tempat sampah atau terlantar kedinginan di jalanan karena dibuang orangtuanya. Lho sudah tahu begitu asal kejadiannya kok ya masih bisa sombong.... Yang diberi kekayaan yang banyak tidak mau bersyukur atau berbagi dengan sesamanya yang kurang beruntung dan merasa bahwa semua itu adalah hasil usaha kerasnya sendiri. Yang kebetulan diberi pangkat, derajad dan kekuasaan yang tinggi, merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling baik diantara manusia. Dan beranggapan bahwa manusia yang lain harus patuh dan tunduk pada perintahnya. Implikasinya dalam kehidupan sehari-hari... manusia seperti ini tidak akan mau menerima pendapat, nasehat atau apapun yang beerasal dari orang-orang yang menurut dia dibawahnya "kasta" nya baik dalam kedudukan, silsilah / keturunan maupun harta. Inilah yang menyebabkan sifat "mau menangnya sendiri / ngeyel" selalu mereka pertahankan.
Lha kalau masih sempat tobat lalu kembali menempuh jalan yang benar
sih gak apa-apa, lha kalau sudah tidak ada waktu lagi ? bukankah tobat
tak akan diterima ketika ujung nafas sudah sampai di tenggorokan ?
Bukankah kita hanya punya waktu sebentar saja di dunia ini...... Apa
artinya sekitar enampuluh tahun dibandingkan dengan umur dunia yang
sudah jutaan tahun ini ?
Mari kita pikirkan ........
Agus Prihandono
(KISAH HIKMAH)
No comments:
Post a Comment