Ibarat sebuah buku,
dunia dan isinya ini kaya pengetahuan. Tetapi bagi Agustinus dari Hippo, “Those
who do not travel read only one chapter." Ya, mereka yang tak melakukan perjalanan,
alias cuma belajar di kelas dan mengurung diri dapat diibaratkan hanya baca
satu bab saja.
Itulah yang mendorong saya mengirim mahasiswa-mahasiswa saya pergi ke luar
negeri. Bukan bergerombol, tetapi kali ini harus sendiri-sendiri pada setiap
negara yang berbeda. Tanpa orang tua, saudara, kenalan atau jemputan. Pokoknya
pergilah ke tempat yang jauh dan cari uang sendiri. Kalau dulu dosennya yang
subsidi, kini mereka harus cari sendiri. Dan ajaib, semua bisa pergi.
Maklum harus diakui, semakin ke sini, generasi baru Indonesia adalah
generasi service. Mereka dibesarkan dengan service yang
dibeli orang tua yang bekerja. Yang punya uang sedikit membesarkan dengan
pembantu rumah tangga. Yang lebih sejahtera, membeli jasa baby
sitter. Bahkan untuk belajar pun, mereka didampingi guru-guru les yang
bisa disewa orang tua. Pergi keluar negri pakai travel. Urus paspor saja pakai
calo. Akibatnya anak-anak kurang kaya potensi.
Maka mengirim mereka keluar dari sangkar emas adakah sebuah kebutuhan.
Orang Tua Jangan Membelenggu
Kita orang tua seringkali khawatir, bahkan khawatir lebih dari seharusnya. Kita
khawatir anak-anak akan menderita di masa depan, maka kita pun memberikan
segala yang mereka butuhkan. Padahal mereka bisa mencari sendiri. Bahkan kalau
mereka sudah mendapatkan semua, mereka akan mencari apalagi?
Saya pun tertegun, mahasiswa usia 19-20 tahun yang saya bimbing ternyata
punya nyali yang besar untuk menembus berbagai rintangan. Seorang
mahasiswa saya menembus perbatasan Thailand dan tinggal bersama para biksu di
Laos. Yang lainnya menyambangi Myanmar. Bahkan ada yang kesasar di Turki, India
dan New Zealand. Ada yang sampai Belgia, Jerman dan seterusnya.
Semuanya kesasar dan semuanya belajar. Prinsip orang bekerja adalah berpikir,
namun kalau setiap hari melakukan hal yang familiar/rutin atau dibimbing orang
lain, maka manusia punya kecenderungan menjadi "penumpang" bagi orang
lain dan tidak berpikir lagi. Namun di lain pihak, orangtua juga punya
tendensi mengawal dan menuntun anak secara berlebihan. Anak-anak yang berusia
dewasa dilarang bepergian sendirian. Khawatir kita sangat berlebihan. Padahal
di Vietnam, Thailand, Bali dan Laos, anak-anak bimbingan saya bertemu dengan
mahasiswa asing yang sudah berkelana pada usia yang jauh lebih muda.
Mahasiswa saya tak semuanya punya uang yang cukup untuk
bepergian ke luar negeri, tetapi begitu dipicu untuk berpikir mereka pandai
mencari uang sendiri. Salah seorang mahasiswa saya mencari uang dengan
menjadi calo tiket pada Java Jazz, atau saat bintang-bintang asing datang. Dengan
uang itu saja mereka bisa pergi ke Jerman, Prancis atau Italia.
Tak banyak orangtua yang menyadari bahwa anak-anak mereka punya
potensi yang sangat besar untuk menjadi sesuatu yang tak pernah mereka
bayangkan. John Maxwell mengatakan, kalau saja manusia bisa membangunkan 25
persen dari potensi yang ia miliki, maka ia dudah bisa disebut sebagai genius. Jadi bisa dibayangkan
kalau Albert Einstein saja baru mengoptimalkan sebanyak 25 persen dari
potensinya, berapa persen yang dioptimalkan kita yang biasa mengandalkan orang
lain, menjadi penumpang atau menjalani kehidupan dengan belenggu yang dibuat
orang tua?
Mahasiswa saya mengatakan, bukan mereka yang tak ingin, melainkan
terlalu banyak kekhawatiran dan larangan dari orangtua yang membuat mereka
takut menjelajahi alam semesta dan dunia ini. Sebagian mereka yang memutuskan
berangkat terpaksa bertengkar dengan orangtua, bahkan tak jarang orangtua
menghubungi relasi-relasinya di luar negeri untuk mengawal anak-anaknya.
Bahkan ada yang menyabot hak anak untuk pergi mandiri dengan melibatkan
anak-anaknya ke dalam perjalanan wisata yang diorganisir oleh tour company. Ini tentu saja.
Semakin mengunci potensi yang harusnya bisa dikembangkan.
Kalau saja orangtua mau memberi ruang dan kepercayaan pada anak-anaknya, maka
saya percaya mereka bisa membaca lebih dari sekedar kata pengantar atau
Pendahuluan dari sebuah buku. Travelling adalah
salah satu caranya.
Nah, saya yakin ulasan Rhenald Kasali Ph.D ini bisa kita pakai sebagai pertimbangan bila kita ingin mengekang kemandirian anak kita.
No comments:
Post a Comment