Total Pageviews

Wednesday, May 9, 2012

GARA-GARA ( TAK SENGAJA ) MENOLAK SUMBANGAN


MUSIBAH KARENA SECARA ( TAK SENGAJA )
MENOLAK PERMINTAAN SUMBANGAN




Tahun 1997 yang lalu, pada awal terjadinya badai ekonomi yang mengguncang
Indonesia, yang kemudian diikuti dengan turunnya mantan Presiden Suharto, telah
menyisakan kenyataan pahit bagiku. Beberapa karyawan perusahaan termasuk saya
mengalami   PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja ) untuk mengurangi beban agar
perusahaan tetap bisa bertahan dalam situasi dan kondisi saat itu. Saya hanya bisa pasrah
dan pulang ke tempat asal. Karena waktu itu saya belum punya rumah sendiri, maka untuk 
sementara waktu menumpang di pondok mertua indah. 


Syukurlah waktu itu usaha mertuaku di pasar yaitu toko kebutuhan sehari-hari
sedang dalam kondisi baik. Sehingga dengan dukungan modal dari mertua, akhirnya
kami  membuka toko baju dan alat-alat jahit di rumah. Alhamdulillah meskipun omzet
toko tidak terlalu besar, setidak-tidaknya bisa menjadi tumpuan hidup keluarga kami
sehari-hari. Lama kelamaan, dengan dukungan bakat dagang yang dimiliki istriku serta semangat
empat lima dariku ( paling tidak sebagai tenaga antar jemput alias sopir ),  maka lambat laun toko
kami semakin berkembang dan mempunyai banyak langganan.  

Seperti pedagang pada umumnya, setiap pemasukan atau pengeluaran uang selalu
kami perhitungkan dengan matang. Karena ingin cepat berkembang, maka setiap ada
keuntungan selalu kami jadikan tambahan modal toko. Sebaliknya, setiap pengeluaran,
kami akan berpikir dua kali jika akan menggunakannya, apalagi dalam kondisi keuangan
seperti saat itu, dimana nilai rupiah anjlok dan terjadi inflasi tinggi.

Pada hari jum’at, ada seorang bapak yang mengaku teman bapak mertuaku, datang 
ke rumah untuk meminta sumbangan tambahan biaya operasi. Bapak itu mengaku menderita sakit yang sudah lama dan harus menjalani operasi. Karena belum kenal maka saya menyarankan kepada bapak tersebut untuk langsung menemui bapak mertuaku sendiri. 

Bapak tersebut kemudian mencari bapak mertuaku ke pasar. Namun karena 
bapak mertua sedang tidak ada, maka dijawab oleh ibu mertuaku agar meminta
sumbangan ke rumah. Perkiraannya bapak mertua saya ada di rumah. Karena sudah ke
rumah, bapak tersebut  merasa dipermainkan,  akhirnya beliau pergi dengan marah, tanpa
mendapatkan hasil apa-apa. Karena merasa kejadian itu hanyalah kesalah pahaman dan
bukan karena kesengajaan, maka saya tidak terlalu memikirkan kejadian tersebut.

Saya kemudian kembali asyik dengan kesibukan di toko sampai saatnya hampir
dhuhur untuk mejalankan shalat jum’at. Kunci kasir saya serahkan kepada karyawan toko
yang sudah senior. Sebelum pulang saya biasanya menghitung berapa uang yang ada di
laci kasir. Pulang dari shalat jum’at dan makan siang saya kembali ke toko. Betapa
terkejutnya saya ketika uang yang ada di laci kasir berkurang empat ratus ribu rupiah.
Saya tanya ke semua pegawai toko, namun tidak ada yang tahu ataupun mengaku
mengambilnya. Bahkan pegawai yang saya percayai memegang kunci kasirpun  mengaku
kalau laci selalu dikunci bila tidak ada pembayaran. Saya paham betul tidak mungkin ada
orang luar yang dapat mengambil uang di laci kasir tanpa diketahui pegawai toko. 
               
         Akhirnya saya sadar, barangkali ini peringatan dari Allah kepada saya agar tidak
menolak permintaan sumbangan, terutama dari orang yang yang memang sangat
membutuhkannya. Baik sengaja ataupun tidak. Saya sadar bahwa sedekah sangat penting
dikeluarkan sebagai tanda syukur atas rejeki Allah yang telah diterima. Saya percaya sedekah 
dapat menolak datangnya musibah. Untung saja hanya uang sebesar itu yang hilang.
Bagaimana  kalau  sampai toko saya  dirampok orang atau tertimpa musibah lain yang lebih 
besar ? Sejak kejadian tersebut, saya berusaha untuk tidak menolak bila ada permintaan
sumbangan. Baik sengaja ataupun tidak. Terhadap peminta-minta ataupun pengamen,
saya berusaha memberi seikhlasnya. 
 
         Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. 

     





No comments:

Post a Comment