Total Pageviews

Wednesday, February 22, 2012

MANDI TERAKHIR KANG JIMIN

Alhamdulillah bisa ketemu lagi dengan pembaca. Kali ini aku ingin bercerita tentang sosok yang tak biasa, yaitu sosok orang gila, bukan orang gila yang dulu, tapi masih ada hubungannya dengan ceritaku tentang "sedekah air" di bagian lain halaman blog ini. Waduh, kenapa ceritaku selalu melibatkan orang gila ya ? tapi enggak apa-apa, yang penting bisa diambil hikmahnya. Kembali ke cerita lagi ah. Ceritanya begini :



Setelah kejadian yang dulu, akhirnya kran air yang ada di depan tokoku, aku pasang lagi dan aku niatkan untuk siapa saja yang membutuhkan. Kalau pagi atau sore, aku pakai buat menyiram tanaman dan halaman depan toko biar tidak berdebu. Kadang-kadang aku pakai buat cuci motor atau mobil. Seringkali airku juga diminta kalau ada mobil yang kebetulan parkir dan kehabisan air radiator. Tak jarang tetangga yang mau ke masjid di seberang jalan, karena buru-buru, wudlu dulu di kran air itu. Kemudian warung-warung tenda di jalanan di sekitarku mulai meminta air kepadaku, lebih mudah daripada membawa air dari rumah, katanya. Untuk warung warung itu aku minta ganti sumbangan uang sekedar membantu bayar listrik ( aku menggunakan pompa air listrik untuk menaikkan air dari sumur bor ). Dan yang jelas saat sumur sumur di perumahan sekitarku banyak yang kering, maka kran air itu juga bisa dimanfaatkan.

Nah, masalah mulai timbul ketika ada orang gila yang mulai ikut-ikutan memanfaatkan kran airku. Namanya sebut saja, kang jimin. Aslinya ya orang sekelurahanku juga, cuma beda RT. Kabarnya dulu sebelum stress, pernah merantau ke Malaysia. Lalu nggak tahu ada kejadian apa di sana, pulangnya sudah seperti itu. Kegiatannya tiap hari berjalan puluhan kilometer. Tapi tiap sore selalu pulang. Soalnya anak dan istrinya masih ada dan sering memberinya makan saat pulang tiap sore. Orangnya tidak pernah pakai baju, hanya celana pendek, sambil membawa karung kecil dan seikat dedaunan. Kalau ada bendera dikibarkan, dia selalu berhenti dan mengoceh. Kadang membaca proklamasi, butir-butir sila pancasila atau pidato dengan suara keras. Seringkali aku tertawa sendiri, kalau pas mendengar ada kata-katanya yang lucu.
Saat pulang dari berkeliling, biasanya dia "mandi" dulu atau katakanlah "main air' di depan sebuah tempat cucian bus pariwisata tak jauh dari tempatku. Kran air dibiarkan mengalir terus, sementara dia membersihkan kaki atau badannya. Kegiatan ini bisa berlangsung sampai satu jam. Kebetulan bengkel itu memakai kran air PDAM, jadi tak pernah kehabisan, cuma tahu-tahu rekeningnya pembayarannya saja yang melonjak ya he..he... beberapa hari kejadian itu dibiarkan saja, namanya saja orang gila, tetapi setelah ketahuan dia buang air besar di dekat kran air, akhirnya dia diusir juga oleh pegawai bengkel itu.

Besoknya, dia pindah ke kran air milikku. Karyawan tokoku yang semuanya perempuan nggak berani melarang. Pertama karena takut, yang kedua, karena malu melihat orang mandi. Dan sesuai dengan komitmenku dulu, aku hanya mengatakan kepada karyawanku "biarkan aja yang penting tidak mengamuk". Jadi kebiasaan mandinya itu kubiarkan saja. Pernah suatu ketika, saat mau main air, tahu-tahu airnya habis ( tandon air belum diisi ), dia kelihatan kecewa, setelah itu pergi. Tapi pernah juga saat sedang main air dan belum selesai mandi, tiba-tiba airnya habis, lantas dia mengamuk dan membabat beberapa tanaman yang ada di depan toko.

Sebenarnya banyak sekali yang mengingatkan agar aku memasang e- stop kran ( di lantai dua ) pada kran air di depan tokoku itu. Tujuannya agar bisa aku matikan ketika tak digunakan. Aku tentu saja tak melakukannya ( ingat komitmenku kan ? ) termasuk agar bisa aku matikan saat kang jimin mandi. Tetanggaku semua menyarankan seperti itu, warung warung yang biasanya mengambil air dari kranku juga ikut memberi usul seperti itu. Bahkan istrikupun yang biasanya cuak dengan masalah seperti itu juga mulai "memaksaku" untuk mematikan saja kran air itu. Gara-garanya, saat dia mandi dan rambutnya masih banyak busa sampo, eh air tandonnya tiba-tiba habis. Kebayang khan betapa kesalnya dia ? Tapi lagi lagi aku hanya berusaha menyabarkan dia. Kita aja yang harus sering mengontrol pemakaian air, agar tak sampai kehabisan saat mau dipakai sendiri.

Sampai suatu sore, di bulan apa, aku sudah lupa, seperti biasanya kang jimin "main air" atau "mandi" di kran airku. Aku duduk di teras agar bisa mengawasi bunga-bungaku, tujuannya agar jangan sampai dirusak kang jimin kalau dia tiba tiba mengamuk. Seperti biasa aku sempat melihatnya mencuci bagian bagian tubuhnya. Wajahnya, tangannya, kakinya, dsb. Yang tidak biasa, dia mencuci bagian-bagian tubuhnya begitu lama sekali dan terus diulang-ulang. Lebih lama dari biasanya. Sepertinya dia ingin membersihkan bagian-bagian tubuhnya sampai sebersih-bersihnya ( Ini termasuk aneh lho pembaca, soalnya yang saya tahu, orang gila kebanyakan jarang yang mau mandi ). Aku sudah menduga, kalau mandinya seperti itu, tandon airku sebentar saja pasti habis. Sempat terlintas rencana untuk menunda pengisian tandon air kalau sampai kehabisan air. Biar aja dia mengamuk. Dugaanku ternyata benar, sebentar saja airnya habis ( Oh ya aku lupa menceritakan kepada pembaca kalau pompa air di tokoku tidak otomatis, jadi harus selalu menghidupkan tombol kalau tandon airnya habis ). Akhirnya aku nggak tega juga, agar kang jimin tidak sampai kecewa, tandon air aku isi lagi. Setelah mandi, tak seperti biasanya, dia pergi begitu saja dengan wajah sayu. Tak ada kegarangan khas orang gila seperti biasanya. Aku jadi berpikir ada apa nih ?

Keherananku baru terjawab esok harinya, ketika ada berita bahwa kang jimin meninggal di pinggir lapangan rumput beberapa ratus meter dari tokoku. Mayatnya diketahui sudah kaku keesokan harinya. Tak ada yang tahu pasti apa penyebab kematiannya. Ya Allah ternyata kemarin adalah mandi terakhir bagi kang jimin. Dan kran airku masih sempat berguna baginya di saat-saat terakhirnya.

Agus Prihandono
Kisah hikmah nyata

No comments:

Post a Comment