SEBUAH KISAH NYATA TENTANG KEAJAIBAN SEDEKAH
Maaf, cerita ini saya ambil dari blog alkisahhikmah.blogspot.com. semoga saya nggak dimarahi....
Kisah Nyata Sedekah Menyentuh Hati
Gila !!
Begitu cibiran yang hampir tiap hari menyengat telinga Dani Hermawan. Cibiran
sadis tersebut diterimanya, setelah ia mengambil keputusan drastis yang
sangat tidak masuk akal bagi rasio awam.
Bagaimana
tidak. Dani hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia tinggal di rumah
kontrakan di Bogor
bersama seorang anak dan istri yang tengah mengandung anak kedua. Untuk makan
sehari-haripun, Dani sekeluarga sangat terbantu oleh kebaikan mertuanya.
Nah, dalam
kondisi begitu, Dani malah menguras isi kontrakannya. Bukannya untuk dijual
buat makan dan beli susu anaknya, tapi justru di - Sedekah-kan.
Pencerahan
sedekah Dani dapatkan, setelah nyawanya hampir melayang di ujung putus asa.
Semula, Dani
Hermawan seorang supplier ayam yang cukup berjaya. Peternakannya luas, ayamnya
ribuan. Mobil pengangkut ayam tiap hari keluar-masuk kandangnya. Uang setoran
pun mengalir deras ke kantongnya.
Sampai
kemudian, wabah flu burung menyerang. Puluhan demi puluhan ayam negeri Dani
mati, sampai akhirnya ludes tak tersisa. Dani Hermawan bangkrut pada tahun
2007.
Tragisnya,
hampir tidak ada sisa masa kejayaan usaha Dani. Uang yang melimpah justru
membuatnya lalai untuk menyiagakan masa depan keluarga. Bahkan rumah pun mereka
tak sempat punya. “Saya lalai, saya lalai,” kenang Dani sambil terisak.
Bersamaan
dengan itu, Nia Kurniawati istrinya pun di-PHK dari tempat kerjanya.
Untuk melanjutkan
hidup sekeluarga, Dani lalu kerja serabutan sambil “mantab” (makan tabungan)
yang sedikit tersisa. Beruntung dia memiliki mertua yang baik, sehingga
kebutuhan dapurnya kemudian tertalangi. Walaupun, sebagai kepala keluarga yang
pernah jaya, pria ini sungguh tak enak hati hidup dalam naungan mertua.
Perasaan
bersalah, malu, sekaligus khawatir, menumpuk di dada, membuat Dani Hermawan
stress. Apalagi anak mereka yang kedua jelang lahir. Duit dari mana buat
biayanya? Uang dari mana untuk membeli susunya? Lalu buat sekolahnya nanti
bagiamana?
Masya Allah,
tak kuasa menahan stress, bisikan setan pun diikutinya. Satu malam, Dani
ngeloyor ke rel kereta api tak jauh dari rumahnya. Sampai di sana, dia lalu nekad membaringkan diri
menyilangi salah satu rel.
Ketika
kupingnya menangkap deru kereta Jabotabek dari arah Jakarta, Dani segera memejamkan mata
rapat-rapat. “Sebentar lagi penderitaanku akan berakhir,” batinnya, walau
dibarengi rasa takut.
Wes ewes
ewes, bablas keretanya. “Lho, aku kok masih hidup,” Dani kaget ketika membuka
mata. Olala, ternyata kereta api lewat melalui rel satunya.
Dani lalu
memejamkan mata lagi, berharap kereta berikutnya segera lewat dan melindas
tubuhnya.
Tapi, tunggu
punya tunggu, si kereta tak datang jua. Sementara, Dani harus bersilat melawan
gerombolan nyamuk yang mengerubutinya. Plak, plok, plaak.
Tak tahan
dingin dan nyamuk, akhirnya Dani urung bunuh diri. Dengan langkah lunglai,
pulang dia ke kontrakannya.
Suatu malam
berikutnya, giliran bisikan malaikat yang dia ikuti. Saat iseng menyetel TV
Banten, tiba-tiba Dani terpaku pada taushiyah Ustadz Yusuf Mansur. Sang Ustadz
tengah menguraikan sedekah sebagai solusi problema kehidupan.
“Sedekah akan
cepat bunyi bila ditunaikan dalam keadaan kita kepepet, lagi butuh, atau sangat
menyayangi harta yang akan kita sedekahkan,” kata Ustadz, yang menancap betul
di benak Dani.
Besoknya,
dengan getol Dani mulai memburu dan melahap taushiyah Ustadz melalui radio dan
televisi, juga VCD.
Melihat hobby
baru suaminya, semula Nia sinis. “Aa’, yang pasti-pasti aja deh. Uang itu ya
didapat dari kerja, bukan sedekah,” kata Nia yang waktu itu masih belum
berbusana muslimah.
“O iya, ini
juga pasti Dik. Tinggal kita yakin apa enggak,” Dani mencoba sabar. Ia maklum,
dalam kondisi seperti ini istrinya jadi sensi.
Namun satu
sore, Dani memergoki istrinya tengah menyimak VCD The Miracle. Tampak Nia
manggut-manggut, merasa mendapat pencerahan.
“Iya ya A’,
kita sedekahkan yang kita punya yuk,” katanya, disambut senyum Dani.
Tak tega
rasanya Darmawan Setiadi, saat menjemput sedekah Dani di kontrakannya. Di bawah
tatapan melompong putri Dani, Darmawan dan tim PPPA Daarul Qur’an mengangkut
kulkas, televisi, tape, sampai ke handphone satu-satunya milik tuan rumah.
Semua barang itu bakal dijual di PPPA Shop, hasilnya untuk membiayai program
pembibitan penghafal Qur’an.
“Mas Dani,
bagaimana kalau hape-nya tidak usah ikut disedekahkan. Mas Dani kan sangat
memerlukannya,” bisik Darmawan kepada Dani.
“Oh, tidak
Mas. Saya memang sudah meniatkan untuk disedekahkan bersama barang-barang
lainnya. Doakan saja agar Allah memberi balasan yang terbaik buat kami,” jawab
Dani mantap. Apa boleh buat. Sambil menahan tangis haru, Darmawan membawa semua
barang sedekahan Dani. Tak ayal, kontrakan Dani langsung kosong melompong. Yang
tersisa hanyalah almari kayu tua yang sudah tidak layak untuk disedekahkan
sekalipun.
Almari itu
bagian tengahnya bolong, tadinya untuk wadah TV. Setelah TV-nya diangkut, Az
Zahra anak sulung Dani nyeletuk, “Yah, sekarang kita nonton tipinya bohong-bohongan
ya?”
Dani menjawab
dengan mengusap sayang kepala putranya. “Tenang, Nak, Allah Maha Kaya
dan Maha Mengetahui,” katanya, ditingkahi senyum tulus sang istri.
Setelah itu,
Dani dan Nia Kurniawati, menggetolkan riyadhoh. Mereka dawamkan amalan wajib,
ditambah amalan sunnah Nabi seperti sholat tahajjaud, dhuha, dan puasa
Senin-Kamis.
Saking
rindunya pada Rasulullah SAW, Dani bahkan mulai membiasakan diri mengenakan
baju gamis. Namun, mantan pengusaha peternakan ayam yang kini hobby-nya ke
masjid itu, malah disalahpahami. Bahkan sebagian orang menganggapnya kurang
waras.
“Dik, mengapa
mereka tega mengataiku gila. Apakah orang tidak boleh berubah jadi baik,” keluh
Dani Hermawan pada istrinya. “Sabarlah A’, insya Allah, Allah akan menunjukkan
jalan,” Nia menghibur suaminya.
Kabar tentang
“keanehan” Dani, rupanya sampai juga ke seorang pengusaha yang masih
tetangganya. Suatu malam, Dani dipanggil ke rumah si pengusaha. Setelah
menyimak kisah singkat perjalanan hidup Dani, pengusaha itu berkata, “Hobby-mu
apa Dan?”
“Badminton,
Pak, tapi belakangan ini sudah jarang main lagi,” Dani tersenyum.
“Ya sudah,
nanti kapan-kapan kita ketemu lagi.”
Saat
dipanggil kembali, Dani kaget bukan kepalang. Pengusaha tersebut menjadikannya
manajer Gedung Olah Raga (GOR) badminton di Jalan Soleh Iskandar, Bogor.
Selain
menyewakan gedung badminton, Dani Hermawan juga mengajar kelas bulu tangkis.
Dia pun melayani les privat olahraga yang sama. Ini menjadi kekuatan GOR yang
dikelolanya.
“Awalnya,
hanya satu klub yang menjadi pelanggan kami. Sekarang alhamdulillah, sampai
harus antri kalau mau makai GOR kami,” kata Dani.
Kini,
kehidupan Dani Hermawan dan istrinya bersama kedua buah hati mereka, Azzahra
Putri Dani dan Juaneta Putri Dania, jauh lebih baik. Tanpa dipaksa sang suami,
Nia Kurniawati sudah berbusana muslimah. Mereka sangat mensyukuri semuanya,
meskipun belum memiliki rumah sendiri.
No comments:
Post a Comment